PEMBUKA

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA..
SEMOGA APA YANG SAYA TULIS INI DAPAT BERMANFAAT BAGI ANDA..
SELAMAT MEMBACA

Minggu, 05 Mei 2013

Menuju Sistem Ekonomi Berkeadilan dan Berkelanjutan

Pembangunan ekonomi pada masa lalu pada satu sisi telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dan perbaikan kualitas hidup mereka secara rata-rata, akan tetapi pada sisi lain telah mengakibatkan kesenjangan pendapatan yang signifikan golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok masyarakat, serta angka kemiskinan masih tetap sangat tinggi.

Krisis ekonomi tahun 1997/1998 telah memaksa Indonesia melakukan perubahan secara mendasar dalam politik, ekonomi, sosial dan hukum menuju suatu sistem yang baru yang diharapkan akan lebih  berkeadilan, berkelanjutan, dan lebih baik menitik-beratkan pada pengentasan kemiskinan dan  peningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa.  Meskipun demikian, proses transformasi tersebut masih belum mencapai hasil yang optimal. Bahkan berbagai langkah transformasi dan reformasi awal telah mengakibatkan berbagai permasalahan baru yang menuntut pemecahan yang lebih sistematis dan konsisten.

Permasalahan yang mendasar adalah bahwa proses transformasi dan reformasi nasional paska krisis 1997/1998 tidaklah mengarah pada konvergensi pemecahan permasalahan bangsa yang substansial, yaitu kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, tetapi justru sebaliknya proses transformasi tersebut diarahkan menuju liberalisasi total dalam segala aspek kehidupan bangsa. Liberalisasi sektor energi dan migas, pengelolaan sumber daya alam, financial, pasar uang dan modal, investasi asing, hingga sektor ritel, jasa, layanan kesehatan dan pendidikan yang telah digulirkan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir menggambarkan bahwa negara ini sedang dalam proses menuju salah satu negara yang paling  liberal di dunia.  Meskipun liberalisasi adalah sisi lain dari globalisasi yang merupakan keniscayaan dunia saat ini, liberalisasi akan selalu memihak kepada kelompok kuat (pemilik modal) yang berakibat pada semakin termarjinalkannya kelompok lemah yang tidak mampu berkompetisi secara bebas seperti buruh, petani dan nelayan. Kondisi ini selanjutnya hanya akan menambah ketidaksimetrisan dunia dan meningkatkan angka kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Liberalisasi tanpa desain (visi) dan organisasi  (misi) yang jelas keberpihakan dan komitmennya untuk mensejahterakan kehidupan rakyat pasti akan menghancurkan masa depan bangsa yang berpenduduk seperempat milyar jiwa ini. 

Adalah sangat paradoksal manakala banyak pihak dengan gencar menyuarakan slogan “ekonomi kerakyatan” atau  “pro kemiskinan”, akan tetapi sistem pembangunan, perundangan,  dan  kebijakan ekonomi yang diperjuangkan secara total berkarakter liberal. Realisasi slogan ekonomi kerakyatan atau pro-rakyat yang disuarakan tidak lebih dari bentuk santunan sosial yang dikemas dalam bentuk program jaminan sosial yang tidak menyelesaikan masalah secara substansial. Sistem jaminan sosial seperti diterapkan di negara-negara maju berasas ekonomi liberal ini selamanya tidak akan pernah mampu mengentaskan kemiskinan dan menyelesaikan masalah kesenjangan sosial.  Hal ini dikarenakan sistem ini tidak bisa mendorong pemberdayaan rakyat miskin untuk meningkatkan kemampuannya yang berdampak pada perubahan secara struktural.

Sistem perekonomian yang mampu memberi lingkungan yang memadai bagi pemberdayaan rakyat kecil dan kaum lemah tidak selalu identik dengan faham anti pasar atau proteksionisme. Mekanisme pasar tetap menjadi moda yang paling teruji dan efisien untuk menciptakan sistem perekonomian yang adil bagi seluruh pelaku ekonomi. Hanya saja menganggap bahwa pasar akan selalu mencapai titik keseimbangan  (equilibrium) yang menjamin hak-hak seluruh pelakunya seperti yang dipercayai oleh penganut  ekonomi liberal adalah naïf, sebagaimana dikatakan oleh seorang tokoh ekonomi kapitalis dunia  yang disampaikan dalam pidatonya dalam World Economy Forum di Davos pada tahun 2008.

Mangingat pasar uang dan modal adalah sangat tidak stabil didorong oleh tindak spekulasi dari para pelaku pasar, maka “New Economy” yang merupakan istilah lain dari ekonomi global yang menjadi trend ekonomi dunia sejak akhir abad ke-20 sangat rentan akan gejolak pasar yang sangat fluktuatif. Krisis ekonomi yang melanda Asia, Amerika Latin dan Rusia pada akhir tahu 90-an yang dalam sekejap telah menghancurkan pilar pilar ekonomi yang dibangun belasan bahkan puluhan tahun merupakan akibat langsung dari “petualangan” para pemilik modal yang ingin mengeruk keuntungan sebesar besarnya tanpa menghiraukan akibat yang ditimbulkannya. Keganasan ekonomi global tidak memandang siapa yang akan menjadi korbannya. Dan arah panah ekonomi global itu saat ini sedang menuju jantung perekonomian dunia, Amerika Serikat. AS saat ini sedang berada pada titik rawan menuju resesi ekonomi yang sangat parah  dengan hutang luar negeri mencapai jumlah tertinggi di sepanjang sejarah manusia hanya dalam waktu lima tahun terakhir akibat sistem ekonomi yang hanya mengandalkan spekulasi.

Sudah menjadi karakter manusia yaitu cenderung ingin mendapatkan keuntungan sebesar besarnya, dalam waktu sesingkat singkatnya, dan dengan cara dan modal sekecil kecilnya. Sifat manusia yang demikian mendorong mereka melakukan tindakan spekulatif, perburuan rente ekonomi (rent seeking) dan berbagai macam bentuk moral hazard lain. Pemilik modal tidak peduli apakah uang yang mereka investasikan akan berefek sebesar besarnya untuk menggerakkan roda perekonomian riil atau tidak. Kebijakan keuangan yang dibuat selonggar mungkin dengan dalih mengharapkan masuknya modal asing ke dalam pasar domestic merupakan kesalahan yang fatal. Sebesar apapun boom pasar uang dan modal, akan tetap tidak berpengaruh kepada kehidupan perekonomian masyarakat apabila tidak ada regulasi untuk mendorong agar modal bisa mampu menjadi motor penggerak sektor ekonomi riil. Karakter modal akan selalu mencari wilayah yang memberikan tingkat pengembalian (return) yang paling besar dengan risiko paling kecil. Oleh karena itu regulasi adalah mutlak terhadap tindakan spekulasi, monopoli, oligopoli, dan bentuk bentuk kriminal ekonomi lain yang didorong keinginan secara rakus mendapatkan return yang secepat-cepatnya.

Adalah kenyataan bahwa kondisi stabilitas ekonomi makro pada tahun tahun terakhir ternyata tidak serta merta berdampak pada kondisi ekonomi riil yang membaik. Tidak berjalannya investasi di sektor riil disebabkan antara lain karena terjadinya fenomena “decoupling” antara sektor finansial dan sektor riil sebagai akibat oleh kecenderungan pemilik modal untuk melakukan tindakan spekulatif di sektor keuangan dengan tujuan memburu keuntungan yang besar dalam waktu yang cepat. Oleh karena itu perbaikan sektor riil hanya bisa dilakukan dengan melakukan pengurangan terhadap tindakan spekulatif di sektor keuangan, dan menciptakan sistem yang mampu mengintegrasikan sektor keuangan dan sektor riil untuk meningkatkan investasi langsung.

Proses liberalisasi ekonomi tanpa kontrol dan haluan yang jelas juga akan mendorong terjadinya eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dengan alasan untuk mendorong efisiensi ekonomi dan rasionaliasi. Ini juga merupakan salah satu bentuk kerusakan moral manusia dalam tanggung jawabnya terhadap alam yang harus dijaga dan dilestarikan. Bencana alam yang bertubi tubi  seperti bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi dimana mana secara rela tidak rela telah menyadarkan kita akan pentingnya perhatian dan usaha konservasi sumber daya alam dalam pembangunan ekonomi. Kecenderungan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menyatakan berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor sebagai peristiwa alam merupakan sikap yang tidak bijaksana dan cenderung menghindar dari tanggung jawab. Berbagai bencana alam ditambah dengan isu dunia yaitu pemanasan global (global warming) telah meletakkan kita pada posisi yang tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan pembangunan perekonomian yang mampu menjaga konservasi sumber sumber daya alam maupun manusia (sustainable economic development). 
(disarikan dari Platform Kebijakan Pembangunan PKS, Pendahuluan Bidang Perekonomian)


sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar