PEMBUKA

SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA..
SEMOGA APA YANG SAYA TULIS INI DAPAT BERMANFAAT BAGI ANDA..
SELAMAT MEMBACA

Jumat, 04 Januari 2013

KOPERASI DAN PENYEBAB KEGAGALANNYA


Pendahuluan
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”[1]Menyimak bunyi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tersebut jelas tercermin bahwasanya kemakmuran bersamalah yang menjadi tujuan bersama, bukan kemakmuran satu atau dua orang. Dalam penjelasannya kemudian, koperasi diletakkan sebagai “soko guru” perekonomian nasional maupun integral seluruh tata perekonomian nasional, artinya pasal 33 sendiri telah meletakkan dan mengakui koperasi sebagai tulang punggung ekonomi nasional, pemilik peran penting dalam menumbuhkan ekonomi rakyat untuk mewujudkan ekonomi yang demokrasi, yakni ekonomi yang berdasar demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan
.

Didalam berbagai kesempatannya, Mohammad Hatta selaku tokoh perumus pasal tersebut  memberi pengakuan langsung akan paradigma diatas. “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan. Azas kekeluargaan itu ialah koperasi!. perkataan UUD ini bukanlah hanya suatu pernyataan daripada ideal bangsa kita, tetapi juga suruhan untuk bekerja ke jurusan itu.”[2] Maka timbul secarik pertanyaan tentang koperasi, mengapa keberadaanya menjadi sangat vital dan penting bagi perekonomian Indonesia?

Koperasi sendiri merupakan lembaga sosial – ekonomi, dibentuk untuk menolong diri secara bersama – sama untuk pemberdayaan (self empowering)“dengan kata lain, menolong diri sendiri secara bersama – sama yang apabila diformalkan akan menjadi badan usaha bersama, yang lazim kita sebut sebagai koperasi[3]”. bukan tanpa alasan koperasi diangkat menjadi soko guru ekonomi nasional, karena memang koperasi memiliki spirit yang baik bagi kesejahteraan rakyat bersama. Seluruh kebaikan koperasi menjadi satu dalam “jatidiri”-nya, (definisi, nilai, prinsip) yakni pembeda badan usaha dengan koperasi. suatu pernyataan yang membuat koperasi menjadi koperasi. artinya tidaklah dikatakan koperasi yang benar jika tak terkandung “jatidiri koperasi” didalamnya

Didukung oleh ILO sebuah organisasi buruh internatiosonal yang sadar akan keberadaan kopersi, Jatidiri koperasi tertuang dan dipertegas kembali oleh UU 25 tahun 1992 dan ICA (international co-operative alliance). Dikatakan koperasi ialah “perkumpulan otonom dari orang – orang yang sukarela  dan memiliki tujuan bersama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan melalui badan usaha yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis berdasarkan asas kekeluargaan”. Berisi tentang nilai[4] dan prinsip[5] dalam koperasi yang pada intinya menekankan bahwasanya koperasi yang baik ialah koperasi yang mementingkan semangat  gotong royong, kekeluargaan, dan keterbukaan. Dimana para anggotanya merupakan orang – orang yang sukarelah berkumpul demi kepentingan yang sama. Sehingga jelas mengapa koperasi menjadi penting untuk diberlakukan di Indonesia, koperasi dengan sendirinya mempersatukan rakyat – rakyat golongan menengah bawah dan atas untuk bersama bekerja, mengankat derajat para anggotanya, memberantas kemiskinan dan turut serta dalam memutar roda ekonomi nasional. Koperasi tak mengutamakan maksimum profit melainkan maksimum benefit dengan pengolahan SDA yang sesuai dengan kebutuhan sehingga tak merusak alam. Inilah letak perbedaan dasar antar koperasi dan badan usaha. Koperasi mengutamakan kepentingan “anggotanya” sedang badan usaha lainnya mengutamakan kepentingan “modal”

Koperasi di Indonesia
Disadari atau tidak, koperasi Indonesia memiliki tanda Tanya besar didepan. mengapa koperasi di Indonesia sukar untuk tumbuh, padahal upaya pemerintah dalam memberdayakannya tidak pernah habis? Atau mengapa koperasi di Indonesia sekilas “jalan ditempat” mengingat Indonesia memiliki mentri koperasinya sendiri, berbanding terbalik dengan koperasi luar negeri yang tanpa mentri khususnya dapat berdiri dan lebih tegar?

Ini semua tak lepas dari paradigma yang memandang koperasi sebagai wadah badan usaha kecil, dipandang sebelah mata, dipojokkan dan dipisahkan tersendiri dari perekonomian. Atau karena kegagalan pemerintah menciptakan iklim yang baik? Diakui atau tidak, kesemuanya ini tak lepas dari substansi koperasi yang berhubungan dengan spirit koperasi. jadi, bila koperasi dianggap kecil dan kumpulan orang lemah terjadi karena adanya pola berpikir yang demikian. Koperasi yang harusnya menjadi integral ekonomi nasional jangan malah dieksklusifkan dan terpojok sebagai badan usaha khusus, seolah – olah meng-“anak bawang”-kan koperasi. Ini jelas penghambat terbesar bagi koperasi itu sendiri, pemerintah seolah sibuk menonjolkan pembangunan UKM. Padahal jelas fakta pembangunan UKM tanpa payung koperasi ibarat menyebar bibit – bibit kapitalis pada rakyat[6], bibit yang mengutamakan kepentingan individualism buka kepentingan bersama. Ada sesuatu yang salah, sesuatu yang membuat koperasi tak berjalan di Indonesia. koperasi yang harusnya menjadi wadah pengembangan UKM, itu kalau kita mau taat asas.

Koperasi Indonesia harusnya tetap berada dalam koridor jatidiri-nya, koperasi yang menjadi soko guru dan tetap mempertahankan nilai serta prinsip – prinsipnya. Ambil contoh koperasi pekerja “Mondragon” di spanyol, koperasi ini memiliki anggota sebanyak 62.764 dan mengelola 264 perusahaan. Koperasi ini tetap melakukan anggotanya sebagai pemilik dan pelaku utama pekerjanya, memiliki kestrukturan yang baik dan jelas antar pengurusnya, dan tetap menjaga jatidiri koperasinya. Anggota juga tetap diberikan hak suara (one man one vote) dan diberi kesempatan untuk berpatisipasi dan menjadi ahli yang professional. Bahkan sebagian hasil SHU digunakan untuk kegiatan – kegiatan bermanfaat seperti pemberian modal dan pendidikan bagi anggotanya. Bukankah ini suatu tamparan keras bagi kita? Mengapa kita tetap jalan ditempat dan tak bisa bergerak maju seperti Mondragon?



[1] Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 bab XIV perihal “perokonomian nasional dan kesejahteraan sosial”
[2] Orasi Mohammad Hatta Juli 1951
[3] Sri-Edi Swasono : Koperasi dan Kooperativisme, Jakarta 2 november 2011
[4] ICA dan UU NO. 25 tahun 1992 tentang nilai koperasi: Self help, tanggung jawab bersama, persamaan, pemerataan, solidaritas, kejujuran, openness, perhatian sesama
[5] I CA dan UU NO. 25 tahun 1992: Anggota sukarela, demokrasi, organisasi, pendidikan, kerjasama antar koperasi, otonomi dan kemasyrakatan
[6] Sri-Edi Swasono : Koperasi dan Kooperativisme, Jakarta 2 november 2011




sumber :
http://mahasiswagalau.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar