Amal Yang Lebih Afdhal
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
مَاالْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هذه قَالُوْا: وَلاَ
الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ، إِلاَّ رَجُلٌ
خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ.
( صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Tiada amal yang lebih afdhal
(pahalanya) daripada hari-hari ini” para sahabat bertanya: walaupun
Jihad?, Rasul SAW bersabda: “Walau Jihad, kecuali ia keluar dengan diri
dan semua hartanya, dan tak kembali keduanya” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur,
Yang Maha melimpahkan kepada kita rahasia keluhuran-Nya di setiap waktu
dan kejap, Yang selalu melimpahkan kebahagiaan kepada kita tiada pernah
terputus, dan tidak ada satu hamba pun yang terputus darinya pemberian
kebahagiaan dari Allah subhanahu wata’ala, walaupun diantara mereka ada
yang bagiannya dilebihkan dari yang lainnya, namun tidak satu pun hamba
Allah yang dicabut seluruh kebahagiaan atau pemberiannya, kecuali hanya
sebagian kecil saja yang mungkin masih ditahan oleh Allah subhanahu
wata’ala untuk sementara waktu, namun masih banyak kebahagiaan yang
terus ada pada seorang hamba tanpa ia sadari. Tidak ada yang memberi
kita anugerah yang besar dan mulia seperti anugerah yang telah diberikan
oleh Allah subhanahu wata’ala, dan tidak ada juga yang mampu menyiapkan
kebahagiaan yang kekal setelah kematian kecuali Allah subhanahu
wata’ala.
Di hari keempat di bulan Dzulhijjah yang merupakan salah satu dari 10
hari yang luhur, yang mana para ulama’ telah menjelaskan makna firman
Allah subhanahu wata’ala :
وَالْفَجْرِ ، وَلَيَالٍ عَشْرٍ ، وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
( الفجر : 1-3 )
“ Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil (Qs. Al Fajr : 1-3 )
Ayat ini ( والفجر ) menjelaskan akan kemuliaan pagi hari Idul Adha,
yaitu hari penyembelihan hewan kurban. Kemudian ayat (وليال عشر ) yang
dimaksud adalah malam 1 Dzulhijjah hingga malam 10 Dzulhijjah. Maka
dalam 10 hari tersebut tidak ada amal perbuatan yang lebih utama
daripada hari-hari tersebut, sebagaimana hadits yang tadi kita baca. Al
Imam Ibn Hajar Al Astqalani menjelaskan makna hadits tersebut adalah
kemuliaan pada 10 hari Dzulhijjah yaitu tanggal 1 sampai 10 Dzulhijjah,
namun sebagian ulama’ mengatakan bahwa hari-hari tasyrik yaitu tanggal
11, 12, dan 13 Dzulhijjah termasuk dalam makna hadits tersebut. Maka
seseorang yang beramal pada hari-hari tersebut sungguh pahalanya lebih
besar daripada beramal di hari-hari yang lainnya, bahkan tidak ada
pahala yang lebih besar daripada beramal di hari-hari tersebut. Hadits
ini bersifat ‘aamun makhshush ( hadits umum namun mempunyai pengecualian
), bahwa ada waktu-waktu yang mulia seperti bulan Ramadhan, namun
hadits ini menunjukkan kemuliaan 10 hari Dzulhijjah, dimana Allah
subhaanahu wata’'ala melipatgandakan pahala setiap amal kebaikan manusia
hingga 700 kali lipat bahkan lebih. Jadi orang yang beramal pada
tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah minimal ia akan mendapatkan 700 kali
lipat pahalanya, maka kehadiran kita di malam hari ini minimal seperti
700 kali hadir majelis seperti malam ini, dan yang berdoa di malam-malam
tersebut maka minimal ia telah berdoa dengan 700 kali doa yang sama,
begitu juga dengan amalan yang lainnya. Maka disunnahkan pada
waktu-waktu tersebut untuk memperbanyak amal ibadah di siang hari atau
di malam hari.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda barangsiapa yang berpuasa di hari Arafah, yaitu
tanggal 9 Dzulhijjah maka diampuni dosa setahun yang lalu dan dosa
setahun yang akan datang. Sebagian riwayat mengatakan diampuni dosa dua
tahun sebelumnya, namun dalam riwayat Shahih Muslim mengatakan bahwa
akan diampuni dosa setahun sebelumnya dan setahun yang akan datang.
Sungguh anugerah Allah subhanahu wata’ala terkadang tidak bisa kita
renungkan dengan logika, bagaimana Allah akan mengampuni dosa-dosa yang
akan datang? sehingga sebagian orang akan berpendapat bahwa ia bisa
berbuat semaunya di tahun yang akan datang, namun tidak demikian karena
jika seseorang telah berniat yang tidak baik dengan puasanya, maka di
saat puasanya dipertimbangkan di hadapan Allah ia akan mendapatkan
pertimbangan yang lain karena tujuan dari puasanya adalah untuk
bermaksiat di hari-hari berikutnya, maka perhitungan di hadapan Allah
akan berbeda, namun jika berpuasa dengan niat ikhlas karena Allah
subhanahu wata’'ala, maka Allah mampu untuk memberi lebih dari setahun
yang akan datang. Jika Allah subhanahu wata’ala memberinya husnul
khatimah dan dibebaskan dari api neraka, maka jauh sebelum ia wafat
telah diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala. Demikianlah Allah
subhanahu wata’ala terus menyeru kita untuk selalu berbuat baik dan
mendekat kepada-Nya.
Mengenai masalah kurban, telah diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyembelih hewan kurban
beliau mengucapkan:
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“ Ya Allah, terimalah (kurban) ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad “
Al Imam An Nawawi berkata di dalam Syarh An Nawawiyah ‘alaa Shahih
Muslim bahwa hadits ini menunjukkan bahwa pahala kurban nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam sampai untuk seluruh ummatnya yang ketika
itu masih hidup atau yang telah wafat bahkan yang saat itu belum lahir
hingga di akhir zaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat
memperhatikan ummatnya sehingga ketika berkurban pun beliau tetap
teringat kepada ummatnya. Oleh sebab itu Al Imam Abu Abbas Muhammad bin
Ishaq As Tsaqafi telah menyembelih 12.000 ekor kambing yang pahalnya
dihadiahkan untuk rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , kemudian
beliau mengkhatamkan Al qur’an 12.000 kali dan pahalanya dihadiahkan
untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian cinta mereka
para shalihin kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
semoga kita termasuk dalam kelompok pecinta Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, meskipun kita tidak bisa mengikuti amal perbuatan yang
telah mereka lakukan akan tetapi seseorang akan bersama dengan orang
yang dicintainya, maka jika mencintai mereka kelak kita akan bersama
mereka, sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang bersama orang yang dicintainya”
Di bulan yang mulia ini, selayaknya kita memperbanyak amal baik
terlebih sebelum kita melewati hari Idul Adha. Adapun diantara amalan
yang telah kita kenal di hari-hari tersebut adalah “Takbir”, dimana
takbiran mulai boleh dilakukan mulai terbitnya fajar di hari Arafah,
namun takbirnya hanya terbatas setiap selesai melakukan shalat, dan
ketika terbenam matahari di hari Arafah maka takbiran boleh dilakukan
terus menerus tanpa berhenti hingga selesai shalat Idul Adha, dan
setelah waktu itu masih tetap boleh bertakbir namun terikat setiap
selesai melakukan shalat saja hingga terbenamnya matahari pada tanggal
13 Dzulhijjah, demikian yang terdapat dalam madzhab Syafi’i.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ
وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ، وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ
فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
( الفجر: 15- 16 )
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Rabbku
telah memuliakanku". Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi
rezkinya maka dia berkata: "Rabbku menghinakanku”. ( QS. Al Fajr: 15-16 )
Tabiat manusia ketika ia diberi kenikmatan dengan rizki yang banyak oleh Allah maka ia akan memuji Allah, dengan berkata :
“Allah Maha Dermawan”, namun ketika Allah memberinya rizki yang sedikit maka ia berkata :
“Allah telah menghinakan aku”, demikianlah
keadaan manusia. Maka di hari-hari ini kita memperbanyak doa dan lebih
lagi memahami makna keindahan dan kelembutan Allah subhanahu wata’'ala
kepada kita. Sebagaimana kita ketahui kelembutan Allah dibalik ketentuan
yang secara dhahir sangat menyakitkan yang telah menimpa sayyidah Hajar
As wanita yang shalihah, istri nabi Ibrahim As. Ketika Allah
memerintahkan nabi Ibrahim As untuk meninggalkan sayyidah Hajar di
sebuah padang pasir yang sangat tandus yang tidak ada penghuni dan tidak
pula ada tempat untuk berteduh, di tempat itu sayyidah Hajar dan
putranya sayyidina Ismail ditinggalkan oleh nabi Ibrahim As dengan
meninggalkan bekal beberapa kurma dan air untuk mereka. Maka sayyidah
Hajar berkata :
“wahai Ibrahim, kemana kau akan pergi apakah kau akan meninggalkan kami di lembah ini?”, namun
nabi Ibrahim tidak menjawab, maka sayyidah Hajar terus mengejarnya dan
kembali bertanya namun nabi Ibrahim tetap tidak menjawab, dan yang
ketiga kalinya sayyidah Hajar bertanya:
“Wahai Ibrahim, apakah Allah yang telah memerintahkan hal ini?”, kemudian nabi Ibrahim menjawab :
“ iya betul, Allah Yang telah memerintahkan ku untuk meninggalkan kalian di tempat ini”.
Bagaimana jawaban wanita shalihah itu setelah mendengar perkataan nabi
Ibrahim As, jawaban yang sangat agung yang menjadikan ribuan pintu
rahmat Allah subhanahu wata’ala terbuka hingga akhir zaman, sayyidah
Hajar berkata :
“Jika demikian sungguh Allah tidak akan mengecewakan kita”.
Setelah beberapa waktu dan persediaan makanan dan minuman yang telah
ditinggalakan nabi Ibrahim untuk mereka mulai habis, sayyidah Hajar
mulai merasa bingung karena anaknya nabi Isma’il mulai menangis merasa
kehausan dan kelaparan. Maka sayyidah Hajar mulai naik ke bukit Shafa
untuk mencari air atau menemukan kafilah yang sedang lewat di tempat
itu, kemudian turun dari bukit Shafa dan naik ke bukit Marwa namun tetap
tidak menemukan apa yang ia harapkan. Sayyidah Hajar terus menaiki
bukit Shafa dan Marwa, hingga kali yang ketujuh di bukit Marwa ia
bertemu dengan malaikat Jibril As, yang kemudian malaikat Jibril
menghentakkan kakinya lalu memancarlah air yang kemudian disebut dengan
Air Zamzam, maka saat itu sayyidah Hajar berteriak dengan mengucapkan
“Zam Zam ( berkumpullah, berkumpullah)”,
kemudian beliau membuatkan semacam kolam untuk menampung agar air
tersebut tidak tumpah kemana-mana, sehingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda ketika menceritakan kisah ini:
رَحِمَ اللهُ أُمَّ إِسْمَاعِيْلَ
“Allah melimpahkan rahmat kepada ibu Isma’il”
Karena jika sayyidah Hajar membiarkan air itu memancar begitu saja,
maka Makkah akan menjadi danau yang digenangi air zam zam. Kemudian
sayyidah Hajar meminum air itu yang rasanya sangat nikmat dan berbeda
dengan semua air yang ada di dunia, dimana air itu tidak hanya
menghilangkan haus tetapi juga menghilangkan lapar, dan kandungan zat
yang ada dalam air zam zam belum pernah ditemukan di semua air yang ada
di dunia ini. Setelah sayyidah Hajar minum dan kemudian memberi minum
anaknya nabi Ismail As, beliau duduk dan tidak tau apa yang harus
dilakukan. Beberapa lama kemudian lewatlah kafilah di tempat itu dan
mereka melihat ada burung di sekitar tempat itu, puluhan tahun mereka
melewati tempat itu namun tidak pernah mereka mendapati burung disana
yang mana yang hal itu menunjukkan bahwa ada air di tempat tersebut,
kemudian mereka mulai mencari sumber air tersebut lalu mereka menemukan
seorang wanita yang sedang memeluk putranya di sebelah pancaran air itu.
Maka setelah meminta izin kepada sayyidah Hajar mereka dan hewan-hewan
mereka minum dari air itu, namun air itu terus memancar tiada hentinya.
Kemudian mereka menjadikan tempat itu sebagai tempat bersinggah lalu
mereka membangun perkemahan yang akhirnya tempat itu menjadi sebuah
perkampungan, demikianlah sejarah kota Makkah, buah dari kesabaran
sayyidah Hajar As. Kota Makkah berasal dari kalimat
Bakkah yang memiliki banyak arti yang diantaranya berarti
tangisan,
yaitu tangisan sayyidah Hajar As yang saat itu berdoa kepada Allah,
adapun makna yang kedua adalah kota tangisan karena Makkah adalah tempat
paling banyak orang menangis, diantaranya ketika orang mengunjungi
Makkah ia akan menangis ketika melihat Ka’'bah. Demikian perbuatan mulia
dari seorang wanita shalihah yang bersabar atas takdir Allah subhanahu
wata’ala.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ibadah Haji atau Umrah merupakan gambaran perbuatan yang telah dilakukan
oleh ummat-ummat sebelum kita, namun Allah subhanahu wata’'ala tidak
melewatkannya begitu saja dengan menjadikan pahalanya hanya untuk ummat
terdahulu saja, akan tetapi Allah subhanahu wata’'ala menjadikan kita
untuk bisa mendapatkan sekilas keberkahan daripada perbuatan-perbuatan
mereka di masa lalu. Dimana saat ini kita tidak akan mampu jika kita
diperintah untuk menyembelih anak kita sendiri, namun sebagai
penggantinya kita disunnahkan untuk menyembelih kurban agar kita
mendapatkan bagian keberkahan dari ketakwaan nabi Ibrahim As ketika
diperintah oleh Allah untuk menyembelih anaknya. Begitu pula sebagaimana
kita tidak akan mampu jika kita ditinggal di padang pasir yang sangat
tandus tidak ada kehidupan disana seperti sayyidah Hajar dan nabi
Ismail, namun Allah mensyari’atkan kepada ummat Islam untuk melintasi
langkah-langkah sayyidah Hajar diantara bukit Shafa dan Marwa ketika
mencari air, yang kita kenal dengan sa’'i , hal ini agar kita
mendapatkan bagian keberkahan dari perbuatan sayyidah Hajar As dan
kesabarannya akan takdir Allah subhanahu wata’ala. Begitu pula
sebagaimana kita tidak mendapatkan bagian pahala untuk turut membangun
Ka’'bah yang telah runtuh di masa Nabi Ibrahim As, yang kemudian Allah
memerintahkan untuk dibangun kembali, sebagai gantinya Allah subhanahu
wata’ala mensyari’atkan kepada kita untuk melakukan thawaf, karena
setelah selesai membangun Ka’'bah, nabi Ibrahim dan nabi Isma’il
mengitari Ka’'bah sebanyak 7 kali, maka ketika kita melakukan thawaf
berarti kita telah mengikuti langkah mereka sehingga kita mendapatkan
bagian keberkahan dari perbuatan mereka. Demikian banyak hal-hal luhur
yang diperbuat oleh para nabi terdahulu kemudian Allah perintahkan
kepada ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk diikutinya
agar mendapatkan bagian dari keberkahan tersebut.
Seluruh kemuliaan yang Allah tumpahkan di permukaan bumi dalam
kehidupan di dunia ini telah Allah siapkan pada sosok sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantaranya adalah indahnya akhlak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bermasyarakat, beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan tunggal dan panutan utama
dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai orang-orang
yang memuliakan tetangganya, dan meremehkan tetangga merupakan hal yang
sangat berbahaya dan tidak disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, diriwayatkan
oleh Al Imam Al Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad :
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah seseorang yang sempurna imannya orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.”
Bahkan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyampaikan
banyak hadits dalam Shahihul Bukhari dan Shahih Muslim tentang adab dan
mu’'amalah terhadap tetanggga. Disebutkan dalam kitab Adabul Mufrad
dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada
istrinya untuk membagikan makanan kepada tetangganya, dan di saat itu
tetangga yang terdekat dari pintu rumah beliau adalah orang yahudi, maka
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada istrinya :
“apakah sudah kau berikan bagian untuk tetangga kita”, maka istri beliau menjawab :
“belum wahai rasulullah, karena dia adalah seorang yahudi”, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberikan bagian itu
meskipun dia seorang yahudi, karena ia adalah tetangga beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian akhlak luhur sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan pula ketika salah seorang
datang kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengadukan
kepada beliau bahwa ia diganggu oleh tetangganya, maka Rasulullah
memerintahkan kepada orang itu untuk mengeluarkan barang-barangnya dan
meletakkannya di jalan agar orang-orang yang lewat di jalan itu
terganggu, maka ia pun melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dengan meletakkan barang-barangnya di jalan. Kemudian
orang-orang yang lewat di jalan itu merasa terganggu dan semua orang
yang lewat di jalan itu melaknat dan mencaci nya, maka Rasulullah
berkata kepada orang itu :
“Katakan kepada tetanggamu itu, bahwa seperti itulah yang diperbuat Allah kepadanya karena telah menyakiti tetangganya”.
Maka orang yang mengganggu itu meminta maaf dan berjanji tidak akan
lagi mengganggunya. Allah subhanahu wata’ala ingin menunjukkan bahwa
orang yang mengganggu tetangganya, seperti itulah keadaannya dilaknat
dan dicaci oleh orang lain, maka jika seseorang mengganggu tetangganya
maka Allah yang melaknat orang tersebut.
Diriwayatkan oleh Al Imamul Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dikabari tentang seorang wanita yang shalihah, yang
banyak melakukan ibadah, banyak berpuasa di siang hari dan selalu
melakukan qiyamul lail, namun ia sering membicarakan aib tetangganya dan
menyakiti perasaan tetangganya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa wanita itu tempatnya di neraka, karena dia tidak
memuliakan tetangganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤمِنُ باللهِ واليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beriman pada hari akhir (kiamat) maka muliakanlah tetangganya”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling memuliakan tetanggannya, para sahabat berkata :
“wahai Rasulullah, aku mempunyai dua orang tetangga, manakah yang harus aku dahulukan?”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“ tetangga yang paling dekat dengan pintu rumahmu”, indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi :
ياَدَاوُد لَوْ يَعْلَمُ الْمُدْبِرُوْنَ عَنِّيْ شَوْقِي لِعَوْدَتِهِمْ ،
وَمَحَبَّتِيْ فِيْ تَوْبَتِهِمْ ، وَرَغْبَتِيْ فِي إِناَبَتِهِمْ
لَطاَرُوْا شَوْقًا إِلَيَّ
يَادَاوُد هَذِهِ رَغْبَتِيْ فِى الْمُدْبِرِيْنَ عَنِّي ، فَكَيْفَ
تَكُوْنُ مَحَبَّتِيْ فِى الْمُقْبِلِيْنَ عَلَيَّ...؟
“Wahai Daud : Seandainya orang-orang yg berpaling dari-Ku
mengetahui kerinduan-Ku atas kembalinya mereka, dan cinta-Ku akan
taubatnya mereka, dan besarnya sambutanku atas kembalinya mereka pada
keridhoan Ku, niscaya mereka akan terbang karena rindunya mereka
kepada-Ku. Wahai Daud, demikianlah cinta-Ku kepada orang-orang yg
berpaling dari Ku (jika mereka ingin kembali), maka bagaimanakah
cinta-Ku kepada orang-orang yg datang (mencintai dan menjawab cinta
Allah ) kepada-Ku?”
Kita berdzikir bersama dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala
semoga saudara saudari kita yang berangkat haji diberi keselamatan dan
kemudahan dalam medan haji dan pulang dengan haji mabrur, amin. Wahai
Allah, bukalah seluruh pintu kemuliaan Arafah, pintu kemuliaan Mina,
bukalah seluruh pintu kemulian Shafa dan Marwa, Ya Allah bukalah seluruh
pintu kemuliaan di Makkah dan Madinah, demi kemuliaan shahib Makkah dan
Madinah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, demi
kemuliaan sayyid Ad Dunya wal Akhirah sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Ya Allah, kami tenggelamkan seluruh dosa-dosa kami
dalam samudera pengampunan dan kasih sayang-Mu, dan kami titipkan sisa
hidup kami dalam gerbang kelembutan dan kasih sayang-Mu…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
www.majelisrasulullah.org